Deredia
Gig Seeker Pro

Deredia

Jakarta, Indonesia | Established. Jan 01, 2014 | INDIE

Jakarta, Indonesia | INDIE
Established on Jan, 2014
Band Pop Traditional

Calendar

Music

Press


"Deredia: Pesona Musik Lama"

JAKARTA, KOMPAS.com -- Deredia, band dari Jakarta, adalah satu dari sedikit pemusik masa kini yang memainkan irama pop Indonesia era 1950-an.

Mereka menampilkan eksotisme bunyi zaman dahulu dengan teknik rekaman modern.

Pemilik album Bunga dan Miles ini sedang mencari penonton yang rela berdansa ketika mereka manggung.

"Bunyi musik zaman dulu itu, kan, cenderung tidak bening. Di situlah pesonanya. Nah, kami membawa nuansa masa lalu, tetapi merekamnya dengan media digital sehingga lebih bisa dinikmati generasi sekarang," kata pemain gitar dan pendiri band, Yosua Simanjuntak, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Mereka menyanyikan beberapa lagu lawas Indonesia dari era 1950-an dan mengunggahnya di akun Youtube resmi band.

Di situ terpampang beberapa lagu lawas macam "Hari Lebaran" ciptaan Ismail Marzuki dan "Papaja Chachacha" yang dulu dinyanyikan oleh Adi Karso.

Ada juga video "Lagu Gembira" yang pada 1956 dahulu ada di film musikal Tiga Dara bikinan sutradara Usmar Ismail. Film ini sudah direstorasi dan akan tayang lagi.

"Lagu Gembira" versi Deredia yang berduet dengan Alsant Nababan akan muncul di film hasil restorasi itu.

"Lagu-lagu dari film Tiga Dara itu semuanya bagus," kata vokalis Louise Monique.

Ia sepakat bahwa lagu Indonesia pada era Tiga Dara itu enak sekali untuk mengiringi dansa. Sayangnya, setiap Deredia pentas masih sedikit penonton yang tergerak untuk dansa.

"Penonton orang Eropa atau Amerika, kan, biasanya langsung maju ke depan kalau lagunya asyik buat dansa walaupun mereka duduk di belakang. Beda sama orang Indonesia. Mungkin perlu dilatih," lanjut Monique, yang ingin belajar tap dance lagi. (HEI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Juni 2016 - Kompas


"Nyanyian Merdu Deredia"

Metrotvnews.com, Jakarta: Nama Deredia memang masih asing di dunia musik Indonesia. Tetapi, kehadiran grup musik asal Jakarta ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

Mengusung musik bernuansa pop-retro, Deredia mampu menghasilkan dendangan yang memikat indra pendengaran. Deredia merilis singel Teman Seperjuangan. Singel perdana dari album debut Bunga & Miles yang dirilis awal bulan ini.

"Judul album Bunga & Miles adalah sebuah interpretasi Deredia untuk menjembatani karakteristik nuansa musik Indonesia bercita rasa tempo doeloe yang direpresentasikan dalam artwork sampul album dengan karakter sesosok wanita berparas cantik bernama "BUNGA"; bertemu padu dengan musik bernuansa barat yang direpresentasikan dengan karakter sesosok pria tampan bernama "MILES," seperti tertulis dalam keterangan pers yang diterima Metrotvnews.com.

Bunga & Miles dirilis dalam bentuk dua cakram padat. Cakram padat “Bunga” berisi empat lagu berbahasa Indonesia. Sedangkan cakram padat “Miles” berisi lima lagu berbahasa Inggris.

Teman Seperjuangan menceritakan perjuangan musisi yang bersama-sama mewujudkan mimpi di tengah iklim industri yang tidak mudah. Suka dan duka dilalui bersama, meski berbeda selera musik tetap bersatu dalam visi memberi hiburan dan menyampaikan pesan.

Deredia terbilang sukses mengemas nuansa pop-retro dengan memasukkan beragam unsur musik. Mulai dari swing, rockabilly, hingga blues.

Grup ini terdiri atas enam personel yaitu Louise (vokalis), Dede (gitaris), Yosua (gitaris), Papa Ical (bassist), Aryo (drummer), Raynhard (pianis).

Nama Deredia diambil dari salah satu bahasa di Flores, Dere berarti "nyanyi" dan Di'a berarti "merdu." - Metro TV News


"Let's reminisce over Indonesian 1950s pop with Deredia"

The Indonesian band, Deredia was named after a combination of two vocabularies of the Flores language, Dere (which translates as: sing) and Dia (which translates as: melodious). Deredia revives the sounds that were formerly widely enjoyed by the public at large. Classic pop with a touch of manouche, jazz, rockabilly, ragtime, dixie and country are presented in the musical style of Deredia.

Inspired by the duet Les Paul and Mary Ford, Dede and Yosua took the initiative to form a band with a musical nuance from the sweet duet's era. Yosua and Dede later invited Raynhard, Aryo and Ical to join the band, and together they started working.

The blend of five musicians with different backgrounds produces a distinctive music which takes singers with a vocal that is in harmony with their musical style. The search of the vocalist took more than a year until Louise joined the band. With a full six personnel, the production for their first album began. There are nine songs included in Deredia's debut album 'Bunga & Miles'. But after the release of their first album, Dede quit the band, leaving it with just five personnel.

Louise pours a touch of a certain poetic tic on her diction on the nine unique-themed songs from the album, such as 'Fantasi Bunga', a song that tells a story about a beautiful woman who's not married until her old age; 'Kisah Mencari Seorang Raja', is a song about a group of women who struggle to find their life partners; there's also a song that represents expression from the heart of the employees who feel pressured by their autocratic leaders, which is titled 'Sir, Yes Sir!'.

There's a special story behind 'Sir, Yes Sir!', it tells about screaming from the heart of employees who have qualified skills but can't seem to do much and make arts because of their autocratic leader. On the first two verses, it tells about the condition where they can only fulfill their bosses' order. Always working overtime until late nights but all the work still can't seem to satisfy their boss. From the midst towards the end of the song, the employees began to rebel to their superiors. The lyrics of the song was made based on the story of Louise's friend who had experienced the same thing.

Deredia was also known through their YouTube channel, they did covers of songs from the 1950s throughout 1960s era. Their live performance video managed to steal the attention of music lovers through songs like 'Hari Lebaran', 'Lagu Gembira' featuring Alsant Nababan, 'Bersuka Ria', 'Ayam Den Lapeh', 'Nurlela', 'Supercalifragilisticexpialidocious' and others. These live performance videos on their YouTube channel are entitled #LIVEATKLAUS.

Getting to know the personnel, Louise grew up in a beautiful small town called Tembagapura where she spent a lot of time to enjoy music. Her love of music was inherited from her father who once had plunged into the music world. Louise decided to become a singer because of the great influence from Disney film soundtracks. She started her singing career by joining a few communities such as Susvara Opera Company and Indonesian National Orchestra. Now she actively sings in a couple of top hotels in Jakarta. Ella Fitzgerald and Beyoncé played a huge role up until Louise finally found her own character.

Guitarist Yosua's expertise began from his mother's coercion. Her mother was a classical pianist which led Yosua to explore that music deeper. But eventually, rock music was the one that cultivated his love for guitar. On his daily life, Yosua works as a mixing engineer in Palu Musik Studio. He has worked with famous musicians such as Parlin Burman Siburian, Elfonda 'Once' Mekel, Kotak, Viky Sianipar, and Sherina Munaf just to name a few.

Drummer Aryo loved drums since an early age, taking him to the profession as a session drummer for Viky Sianipar and Melly Mono. But his career as a session drummer isn't enough to channel the abilities he possesses completely. When Aryo joined Deredia, it became a point where he could spill all his feelings through playing drums. The drummer that is influenced by Peter Erskine holds a quite different life principle, "Life is already hard, don't take it lightly," says Aryo.

Pianist Raynhard, the youngest personnel in the band first began playing piano in the church. He started wanting to explore music further after hearing the timeless tune 'What a Wonderful World' by Louis Armstrong that was introduced by his grandfather. Now he works as a music arranger in Viky Sianipar's production house. There he gained experience working in events such as Harmoni SCTV, Urban Jazz Crossover, playing with Rossa, Elfa's Singers, Putri Ayu Silaen, and other great musicians. Raynhard really loves jazz and other music in style of the old-time.

Bassist Papa Ical was born in Ruteng-Manggarai, Flores, he had a passion for music since his childhood. Until now, the songs he used to listen in his childhood still influence him. Music always calls him to learn about life and appreciate all of God's creation. For Papa Ical, playing music with many musicians makes him learn about a whole lot of things. Now he's one of the men behind Viky Sianipar's production house.

Guitarist Dede, born in Medan, is the son of a drummer. He inherited his father's musical talent as he chose drums as his main instrument. His distinctive drumming style can be heard through a lot of work produced by Pay. But his love for guitar strumming led him to be the guitarist and music producer for Ipang Lazuardi. Getting fed up of being a producer across the Indonesian music industry, Dede is now back on stage. In addition to playing for Deredia, he also actively plays as a drummer for the band BIP and guitarist for Ipang Lazuardi. - Bandwagon


"Deredia: Tentang Kenangan"

JAKARTA, KOMPAS.com -- Deredia adalah band yang terbilang baru. Kelompok dengan enam personel ini memainkan corak musik yang sarat nuansa musik pop di masa lalu.
Lirik lagunya juga banyak bercerita tentang kenangan-kenangan.

Grup musik ini bermain di corak pop gaya tahun 1950-an. Mereka mengaku terinspirasi dari karya duet Les Paul dan Mary Ford.

Tak cuma lagu pop manis, ada irama swing yang bisa mengajak pendengarnya bergoyang.

Cita rasa zaman dulu juga diterapkan pada kemasan album berjudul Bunga & Miles yang diluncurkan pada hari pertama perhelatan Java Jazz Festival 2016, dua pekan silam.

Album tersebut dibuat dalam dua keping CD. Hal itu mengingatkan pada kemasan piringan hitam yang umumnya punya dua sisi.

Biduannya, Louise Monique Sitanggang, melewatkan masa kecilnya di Tembagapura, Mimika, Papua.

Kesannya pada keelokan senja di kota tambang itu ia tuliskan dalam lagu "Tembagapura".

Di lagu lainnya, "Sugabucks", mereka berteriak lantang menyindir ketamakan koruptor.

Pertemuan budaya antara pekerja asing dan Indonesia di Tembagapura diwujudkan Louise dalam bentuk penulisan lirik dalam bahasa Inggris dan Indonesia.

Band ini terbentuk di Jakarta pada 2014 atas inisiatif Dede Kumala dan Yosua Simanjuntak, keduanya pemain gitar.

Keduanya lantas mengajak Aryo Wicaksono (drum), Papa Ical (bas), dan Raynhard Lewis Pasaribu (piano) yang sering bertemu dalam produksi dan pertunjukan musik.

Setahun mereka menyusun musik, Louise diajak bergabung sebagai penyanyi sekaligus penulis liriknya.

Tembang unggulan di album itu adalah "Teman Seperjuangan".

"Lagu ini tentang bagaimana tumbuh besar bersama dalam sebuah band dan berbagi kisah yang pernah diarungi bersama," ujar Louise, beberapa waktu lalu. (HEI)

Artikel ini diambil dari Kompas.com terbitan Kamis (17/3/2016) - Kompas


"Bunga & Miles: Debut Album Band Deredia"

Deredia, sebuah grup band asal Jakarta yang mengangkat tema musik Pop Klasik, meluncurkan album debutnya yang berjudul “Bunga & Miles” di Java Jazz Festifal 2016, JIEXPO Kemayoran, Jakarta Maret lalu.

Terinspirasi dari duet “Les Paul dan Mary Ford”, Dede dan Yosua berinisiatif untuk membentuk band dengan warna musik di era duet manis itu. Raynhard, Aryo dan Ical bergabung di dalam band ini atas ajakan Yosua dan bersama-sama mereka mulai berkarya.

Setelah beberapa waktu, terbentuklah empat karya. Perpaduan 5 (lima) musisi dengan latar belakang yang berbeda-beda ini menghasilkan musik yang khas sehingga dibutuhkan penyanyi dengan warna vokal yang selaras dengan harmoni yang diciptakan. Pencarian penyanyi dilakukan dalam waktu lebih dari satu tahun hingga akhirnya Louise bergabung dalam band ini. Dengan lengkapnya personil dari band ini, proses produksi album pertama Deredia yang berjudul “Bunga & Miles” dimulai.

Deredia Album

Judul album “Bunga & Miles” adalah sebuah interpretasi Deredia untuk menjembatani karakteristik nuansa musik Indonesia bercita rasa “tempo doeloe” yang direpresentasikan dalam artwork sampul album dengan karakter sesosok wanita berparas cantik bernama “BUNGA”; bertemu padu dengan musik bernuansa barat yang direpresentasikan dengan karakter sesosok pria tampan bernama “MILES”.

Album ini terdiri dari 2 (dua) keping CD dimana keping CD “BUNGA” berisikan 4 (empat) lagu berbahasa Indonesia dan keping CD “MILES” berisikan 5 (lima) lagu berbahasa Inggris. Terdapat 9 (sembilan) lagu pada album “Bunga & Miles”. Tema lagu yang unik dengan pemilihan kata yang sedikit puitis dituangkan oleh Louise pada sembilan lagu di album ini. Beberapa di antaranya adalah “Fantasi Bunga”, lagu yang mengisahkan tentang seorang wanita cantik yang tidak menikah hingga masa tuanya. Lalu ada “Sir, Yes Sir!”, lagu yang mewakili ungkapan hati para pegawai yang merasa tertekan oleh pimpinannya yang otoriter. Kemudian ada juga “Sugabucks” yang menceritakan tentang ketamakan para koruptor.

Terakhir ada lagu “Teman Seperjuangan”, yang dipilih mejadi single pertama Deredia, yang menceritakan tentang perjuangan musisi yang bersama-sama berusaha meraih mimpi pada kondisi industri musik yang tidak mudah.



Tentang Deredia

Deredia merupakan gabungan dua kosakata dari bahasa Flores, Dere (nyanyi) dan Di’a (merdu). Deredia melahirkan kembali bunyi-bunyian yang dahulu banyak dinikmati oleh masyarakat pada umumnya. Pop Klasik dengan sentuhan warna manouche, jazz, rockabilly, ragtime, dixie, dan blues dihadirkandalam alunan musik Deredia. Deredia terbentuk pada tahun 2014 dengan beranggotakan enam personil, dimana sebelumnya mereka sudah cukup sering bertemu dalam kegiatan produksi dan pertunjukan musik. Anggota deredia terdiri dari Louise (Vokal), Dede (gitar), Yosua (Gitar), Papa Ical (Double Bass), Aryo (drum), dan Raynhard (piano).

Testimoni Musisi

“Band yang asyik, keren dan fresh. Banyak orang-orang kepercayaan saya di dalamnya. Mereka berhasil membuat susatu yang keren dan asyik di album ini.” – Pay Burman, Produser

“Album, lagu dan produksinya keren banget. Bagi teman-teman yang arah musiknya sejalan ini bisa jadi benchmark untuk anda belajar berproduksi dengan baik.” – Irwan Simanjuntak, Produser

“Artcovernya bagus banget. Albumnya menawarkan suasana tersendiri dan produksinya sangat bagus. Layak didengar.” – Once Mekel, Penyanyi

Albumnya keren. Vokal dan permainan gitarnya bagus.” – Dewa Budjana, Musisi - Kinescope Magz


"Indonesian jazz band Deredia release Christmas cover music video"

Man…our favorite Indonesian jazz band Deredia is back with a special Christmas cover that you can feast your eyes and ears on…
They’re soooooooo good…these dudes need to start put together a bunch of originals and start selling them on bandcamp/soundcloud etc! - Unite Asia


"Deredia (Indonesian jazz) release two soulful jazz music videos"

Holy bananas…talk about “thinking outside of the box”! Check out this wonderful band of musicians and vocalist from Indonesia called Deredia as they stroll through some great jazz numbers! Vocalist is CRAZY good singing with immense soul. The musicians are on some next level jazz expertise…only if I could play my own instrument as proficiently and soulfully as the band here!

We don’t often get these types of bands sending stuff to us – but we need MORE! Anymore eclectic styles of music out there – send it out to us!

Both songs below are cover songs…but yo, Christmas is around the corner and this is the perfect music for the season!

Get into it… - Unite Asia


"Lima Hal Seputar Lagu "Hari Lebaran" Karya Ismail Marzuki"

“Minal Aidin wal Faizin,

Maafkan Lahir dan Batin,

Selamat Para Pemimpin,

Rakyatnya makmur terjamin”.



Lirik lagu di atas adalah refrain dari lagu “Hari Lebaran” karya Ismail Marzuki. Lagu yang popular di era 1950an oleh Lima Seirama ini masih tetap terkenal hingga di era sekarang. Apa saja hal-hal menarik tentang lagu ini?



1. Minal Aidin = Maaf Lahir Batin?

Setiap mau Hari Raya Idul Fitri, banyak orang yang memperingatkan bahwa “Minal Aidin” itu bukanlah bermakna “Maaf Lahir Batin”. Juga ada yang sibuk menerangkan bahwa saling memaafkan di Hari Raya tidak lazim di banyak tempat, dan hanya terjadi di Indonesia (dan juga Malaysia). Biasanya, dianjurkan untuk mengucapkan “Taqabballallu Minna Wa Minkum” (Semoga Allah menerima kami dan kalian). Dalam tradisi lainnya, ada ucapan “Eid Mubarak” atau “Eid Said” (Selamat Hari Raya), dan “Kullu ‘Amin Wa Antum Bikhoirin” (Semoga Kita mendapatkan kebaikan sepanjang tahun”.

Tentu saja, “Minal Aidin” adalah juga bagian dari doa Hari Raya, yang intinya adalah mendoakan “Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang kembali (ke fitrah) dan mendapatkan Kemenangan (Takwa)”. Doa ini, kabarnya, pertama kali diucapkan oleh seorang penyair pada masa keemasan Andalusia, Shafiyuddin Al-Huli. Ucapan ini, dan juga tradisi saling memaafkan, masih bisa diperdebatkan, tapi saya berpendapat bahwa ini bersifat kultural, seperti ucapan Kullu Amin atau Eid Mubarak.

Lepas dari perdebatan di atas, saya menduga, lagu ini adalah yang turut mempopulerkan dan/atau menangkap jiwa zaman 1950an istilah “Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir Batin”, yang sekarang lazim diucapkan saat Idul Fitri di bumi nusantara.

2. Termasuk Paling Banyak Didaurulang

Lagu ini sangat terkenal, bahkan hingga ke negeri jiran. Malaysia. Seniman terbesar negeri itu, P Ramlee menyanyikan lagu ini di tahun 1977, dengan sedikit penyesuaian lirik berdasarkan Bahasa Melayu (“Maafkan Zahir dan Batin”, misalnya). Lagu ini juga turut mempopulerkan istilah “Lebaran”, yang khas Jawa,” di sena, yang sebelumnya hanya mengenal “Aidil Fitri”.



Di Indonesia, banyak yang menyanyikannya lagi. Penyanyi cilik Tasya Kamila juga menyanyikannya juga di akhir 1990an. Belakangan, Gita Gutawa juga mendendangkannya, 2013.



3. Namun, Sedikit yang Memasukkan Lirik Bagian ketiga

Ismail Marzuki, yang orang Betawi asli, memperlihatkan kelihaiannya menulis lirik yang tajam dan kritis, namun jenaka, dalam memandang fenomena sosial. Berikut bagian kedua dan ketiganya:



“Dari segala penjuru mengalir ke kota

Rakyat desa berpakaian baru serba indah

Setahun sekali naik terem listrik perei

Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore

Akibatnya tengteng selop sepatu terompe

Kakinya pade lecet babak belur berabe



Maafkan lahir dan batin, ulang taon idup prihatin

Cari uang jangan bingungin, bulan Syawal kita ngawinin


Cara orang kota berlebaran lain lagi

Kesempatan ini dipakai buat berjudi

Sehari semalam main ceki mabuk brandi

Pulang sempoyongan kalah main pukul istri

Akibatnya sang ketupat melayang ke mate

Si penjudi mateng biru dirangsang si istri


Maafkan lahir dan batin, ‘lan taon idup prihatin

Kondangan boleh kurangin, kurupsi jangan kerjain”



Di bagian kedua terlihat bagaimana Ismail meledek fenomena orang kampung merayakannya, naik tram, jalan-jalan hingga “kaki pincang”…” lecet babak belur berabe”.

Sedangkan bagian ketiga sangat aktual hingga saat ini. Dengan berani, Ismail membeberkan kelakuan orang kota yang “berjudi”, “main ceki mabuk Brandi”, “kalah main pukul istri”.

Dan lagu ini ditutup dengan pernyataan yang sangat kuat: “kondangan boleh kurangin, korupsi jangan kerjain”.

Hampir semua musisi yang menyanyikan ulang lagu ini enggan untuk menaruh bagian terakhir dari lirik lagu. Padahal, menurut saya, disitulah nilai lebih lagu ini.

Lirik lagu utuhnya marak beredar di media social sekitar lebaran 1-2 tahun lalu.



4. Kecuali Deredia

Pada 16 Juli 2015, Deredia, band yang mengkhususkan pada music periode 1950an, menggunggah rekaman live mereka ke Youtube, dan belakangan makin tersebar di media sosial menjelang Idul Fitri. Kali ini, mereka menyanyikan liriknya secara utuh, karena, seperti terbaca di kanal mereka, “Bagian akhir dari lagu ini sangat menarik karena masih berkaitan dengan kondisi saat ini”.

Sebelumnya, di era 1960an, Didi dan Orkes Mus Mualim atau Kwartet DBP Mascan juga telah mendaurulang lagu ini secara lengkap.



5. Termasuk Lagu Sindiran

Denny Sakrie, dalam bukunya, mengutip buku Musik Indonesia dan Permasalahannya (JA Dungga dan L Manik, 1952) yang memetakan ada 4 lagu di era revolusi. Salah satunya adalah lagu-lagu sindiran yang “…melukiskan keburukan-keburukan dalam masyarakat Indonesia di masa perjuangan”. Salah satunya adalah “Ibu, Aku Tak Sudi Tukang Catut”. Lagu jenis ini tak banyak,, dibandingkan lagu tanah air berupa mars, lagu tanah air bersuasana tenang. Dan lagu-lagu percintaan, dan acap tak diketahui pengarangnya.

Saya kira, lagu ini, walau beredar beberapa tahun setelah era revolusi, masih termasuk dalam kategori lagu sindiran yang pedas. Dan, karena itulah, saya merasakan nuansa yang berbeda, sedikit ngenyek gaya Betawi, saat menyanyikan bait :”Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin”. - Jakarta Beat


"Ini Dia Lagu Lebaran Yg Keren abis! Style thn 50-an. Lihat Aksinya"

Lebaran sebentar lagi. Ya, sudah banyak persiapan dalam menyambut hari raya Idul Fitri 1437 H. Banyak kebahagiaan di sana. Diantaranya yang ditunjukkan band musik Deredia yang mempersembahkan lagu ‘Hari Lebaran’ karya Ismail Marzuki dalam gaya tahun 50-an yang unik.

Video diatas memperlihatkan lagu tersebut. Deredia membawakan lagu lawas dari tempo dulu itu dengan nuansa yang tempo dulu pula. Asik bukan …

Selamat menyaksikan video berjudul ‘Deredia – Hari Lebaran [Live Recording] (Cover)’ tersebut. Yuk ditonton videonya.

Video yang diupload ke YouTube oleh akun resmi Deredia itu benar-benar mendapat sambutan hangat. Video itu setidaknya sudah ditonton 16 ribu kali. Beragam komentar yang muncul. Ada yang memujinya karena sangat unik. Ada yang bilang keren anti mainstream. Bagaimana dengan pendapat anda?

Selamat berlebaran …. Selamat hari Raya Idul Fitri 1437 H. Mohon maaf lahir dan batin - Batik Indonesia


Discography

Still working on that hot first release.

Photos

Feeling a bit camera shy

Bio

Deredia is a combination of two vocabularies that were originated from Flores language, Dere means sing and Dia means nice. Together, Deredia means a nice tune. Deredia regenerates tunes that were widely enjoyed by a large group of people: classic pop with a touch of manouche, jazz, rockabilly, ragtime, dixie, and country is presented in Deredia's music. 


Inspired by "Les Paul and Mary Ford" duet, Dede and Yosua initiatively formed a band with similar tunes at that sweet duet era. After Raynhard, Aryo, and Ical joined the band, together with Yosua in 2014, they started to create some music. 


After some time, 4 songs were created. A mix of 5 musicians with various backgrounds have resulted such an authentic sound. At this stage, a vocalist with the same authentic vocal is very much needed. It took about a year to find the right vocalist until finally Louise joined the band and filling in the gap. With the band members finally completed, album production has finally begun. There are 9 songs in Deredia's Debut album, “Bunga & Miles”.


Louise wrote unique song themes with poetic lyrics in all the songs in the album. Some of them are “Fantasi Bunga”, a song that tells a story about a beautiful woman who is not married all her life; “Sugabucks” a song that tells a story about politicians who corrupt, also a song that represents the voice of the workers who are feeling pressured by their authoritarian leader in “Sir, Yes Sir”.

Band Members